Al-'`Adalah : Jurnal Syariah dan Hukum Islam https://e-journal.uac.ac.id/index.php/adlh <p><strong>Al-'Adalah: Jurnal Syariah dan Hukum Islam </strong>Is a journal for types of scientific publications in the field of sharia and Islamic law. This journal is published by the University of KH. Abdul Chalim Mojokerto which is an Islamic Institute of Religion, however the scope of sharia referred to is more about the development of sharia law between muslims relating to the development of the use of Islamic law and Constitutional Law in Indonesia. DOI:&nbsp;<a href="http://e-journal.ikhac.ac.id/index.php/adlh/">https://doi.org/10.31538/aladalah.&nbsp;</a></p> <p><a href="http://sinta2.ristekdikti.go.id/journals/detail?id=6161" target="_blank" rel="noopener">Terakreditasi Sinta 4.&nbsp;</a></p> Universitas Pesantren KH. Abdul Chalim en-US Al-'`Adalah : Jurnal Syariah dan Hukum Islam 2503-1473 Analisis Yuridis Kewenangan Notaris dalam Legalisasi Dokumen Apostille Perkawinan Campuran https://e-journal.uac.ac.id/index.php/adlh/article/view/7517 <p><em>Mixed marriages between Indonesian citizens and foreign citizens require legal certainty through administratively and jurisdictionally valid documents. This study aims to examine the role of notaries in authenticating apostille documents following Indonesia accession to the Apostille Convention, as accession by Presidential Regulation Number 2 of 2021. Using a normative juridical approach, the study finds that prior to accession, foreign documents had to undergo a multi-tiered legalization process through notary, Ministry of Foreign Affairs, and diplomatic representative. After accession, documents from member countries only require an apostille certificate from the country of origin, without further legalization. In this context, the notary’s role is administrative in nature, including drafting notarial deeds for prenuptial agreements, legalizing private documents (e.g., statements of non-marriage), and preparing explanatory or translated deeds for Civil Registry. Notaries are not authorized to assess the material validity of foreign documents but serve a vital function in ensuring the formal admissibility of such documents in the Indonesia legal system</em><em>.</em></p> <p><em>Perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dan warga negara asing memerlukan kepastian hukum melalui dokumen yang sah secara administratif dan yuridis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran notaris dalam pengesahan dokumen apostille setelah Indonesia meratifikasi Konvensi Apostille, sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2021. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini menemukan bahwa sebelum ratifikasi, dokumen asing harus melalui proses legalisasi bertingkat, yakni melalui notaris, Kementerian Luar Negeri, dan perwakilan diplomatik. Setelah ratifikasi, dokumen yang berasal dari negara-negara anggota hanya memerlukan sertifikat apostille dari negara asal tanpa legalisasi lanjutan. Dalam konteks ini, peran notaris bersifat administratif, termasuk membuat akta notaris untuk perjanjian pranikah, melegalisasi dokumen pribadi (misalnya surat pernyataan belum menikah), serta menyusun akta penjelasan atau terjemahan untuk keperluan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Notaris tidak berwenang menilai keabsahan materiil dokumen asing, namun memiliki fungsi penting dalam memastikan bahwa dokumen tersebut dapat diterima secara formal dalam sistem hukum Indonesia.</em></p> Metta Anggraini Tjempaka Tjempaka ##submission.copyrightStatement## http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2025-06-15 2025-06-15 10 1 1 14 10.31538/adlh.v10i1.7517 Pola Pengasuhan Kakek-Nenek Pasca Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam https://e-journal.uac.ac.id/index.php/adlh/article/view/7612 <p><em>This study explores grandparenting roles in post-divorce childcare from the perspective of Islamic law, focusing on a case in Ule Village, Asakota District. It examines how grandmothers assume custody and the legal justification within ḥaḍānah principles. Using a descriptive qualitative method, data were gathered through observations and interviews with grandmothers, parents, neighbors, and community leaders. Findings reveal that caregiving shifts to grandparents due to divorce, maternal absence, or the father's limitations. The parenting style evolves from companionate to fully involved, with democratic but often permissive tendencies. While fostering emotional support, it also risks child dependence. In Shāfiʿī jurisprudence, such custody transfer is valid under masyaqqah conditions, aligned with maqāṣid al-sharīʿah. Grandparenting is thus considered a sharīʿah-based solution when serving the child’s best interest</em><em>.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p><em>Penelitian ini mengkaji peran pengasuhan oleh kakek-nenek pasca perceraian dalam perspektif hukum Islam, dengan studi kasus di Kelurahan Ule, Kecamatan Asakota. Fokus utama adalah praktik pengalihan ḥaḍānah kepada nenek dan landasan fikih yang menyertainya. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan data diperoleh melalui observasi dan wawancara terhadap nenek, orang tua, tetangga, dan tokoh masyarakat. Hasil menunjukkan bahwa pengasuhan oleh nenek terjadi karena perceraian, ketidakhadiran ibu, atau keterbatasan ayah. Pola asuh berkembang dari pendampingan menjadi pengasuhan penuh, dengan gaya demokratis namun cenderung permisif. Pola ini memperkuat dukungan emosional tetapi berisiko menimbulkan ketergantungan. Dalam pandangan fikih Syafi’i, pengalihan ḥaḍānah kepada nenek dibolehkan jika terdapat masyaqqah dan tetap memenuhi prinsip maqāṣid al-syarī‘ah, sehingga diakui sebagai solusi syar’i demi kemaslahatan anak.</em></p> M Zulkifli Muh Yunan Putra Jainuddin jainuddin ##submission.copyrightStatement## http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2025-06-22 2025-06-22 10 1 17 28 10.31538/adlh.v10i1.7612 Disfungsi Negara Dalam Penegakan Hukum Pencatatan Nikah https://e-journal.uac.ac.id/index.php/adlh/article/view/6360 <p><em>State dysfunction in the enforcement of marriage registration laws is a significant issue affecting community compliance with the law and the protection of individual rights. These problems involve weak mechanisms for implementing laws, lack of public awareness, and lack of strict sanctions against violations. This research aims to identify the various dysfunctions that lead to imperfect law enforcement in the marriage registration system. The method used is a descriptive qualitative approach with data collection techniques through interviews, observation, and documentation studies and using data analysis techniques with the Miles and Huberman model. The research location was at the Office of Religious Affairs (KUA) of Batanghari District, East Lampung, with informants consisting of couples who performed nikah siri, KUA staff, and Islamic religious counselors. The results showed that state dysfunction occurred due to weak inter-agency coordination, low public legal awareness, and ineffective supervision and enforcement of sanctions against marriage registration violations. The implications of this dysfunction include legal uncertainty for couples and children born from unregistered marriages. The novelty of this study lies in its in-depth analysis of the state's failure to ensure compliance with marriage registration as part of a broader legal system, in contrast to previous studies that have focused more on social factors</em><em>.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p><em>Disfungsi negara dalam penegakan hukum pencatatan nikah menjadi isu signifikan yang memengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan perlindungan hak individu. Permasalahan ini melibatkan lemahnya mekanisme implementasi aturan hukum, minimnya kesadaran masyarakat, serta kurangnya sanksi tegas terhadap pelanggaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai disfungsi yang menyebabkan ketidaksempurnaan penegakan hukum dalam sistem pencatatan nikah. Metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi serta menggunakan teknik analisis data dengan model Miles and Huberman. Lokasi penelitian berada di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Batanghari, Lampung Timur, dengan informan terdiri dari pasangan yang melakukan nikah siri, staf KUA, serta penyuluh agama Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disfungsi negara terjadi akibat lemahnya koordinasi antar lembaga, rendahnya kesadaran hukum masyarakat, serta ketidakefektifan pengawasan dan penegakan sanksi terhadap pelanggaran pencatatan nikah. Implikasi dari disfungsi ini meliputi ketidakpastian hukum bagi pasangan dan anak-anak yang lahir dari pernikahan tidak tercatat. Kebaruan penelitian ini terletak pada analisis mendalam mengenai kegagalan negara dalam memastikan kepatuhan pencatatan nikah sebagai bagian dari sistem hukum yang lebih luas, berbeda dari penelitian sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada faktor sosial dan budaya pernikahan tidak tercatat. Temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap pencatatan nikah serta memperkuat peran negara dalam menegakkan hukum perkawinan. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi konkret guna memperbaiki sistem pencatatan nikah di Indonesia, meningkatkan efektivitas pengawasan, serta memperkuat sosialisasi kepada masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi dalam memperkuat kebijakan hukum keluarga Islam dan meningkatkan kepastian hukum dalam pernikahan.</em></p> Annisa Kurnia Mufliha Wijayati Taufid Hidayat Nazar ##submission.copyrightStatement## http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2025-08-04 2025-08-04 10 1 29 51 10.31538/adlh.v10i1.6360 Milkul Yamin dalam Kompilasi Hukum Islam: Kajian Yuridis dan Implikasinya Terhadap Penghapusan Perbudakan https://e-journal.uac.ac.id/index.php/adlh/article/view/7639 <p><em>Milkul yamin, as a concept of female slave ownership that was permissible in the socio-historical context of pre-Islamic Arabia, has become part of the classical fiqh discourse on sexual relations without a marriage contract. However, in a modern national legal system that prioritizes respect for human rights, the concept is no longer relevant. This study aims to examine juridically the concept of milkul yamin in classical Islamic law and its implications for the formation of positive Islamic law in Indonesia through the Compilation of Islamic Law (KHI) which has constitutionally abolished all forms of slavery. This research uses a normative juridical method with a qualitative approach and document analysis of classical fiqh texts, KHI and national legal instruments. This study concludes that KHI does not adopt the concept of milkul yamin because it contradicts the principles of justice, gender equality, and protection of human dignity regulated in the constitution. This confirms that Islamic law is adaptive and contextual, and actively supports the abolition of the slavery system. This research makes an important contribution in strengthening human values in contemporary Islamic legal ijtihad in Indonesia and recommends the need for progressive ijtihad so that Islamic law remains in line with contemporary human rights values.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p><em>Milkul yamin, sebagai konsep kepemilikan budak perempuan yang dibolehkan dalam konteks sosial-historis Arab pra-Islam, telah menjadi bagian dari diskursus fikih klasik mengenai hubungan seksual tanpa akad nikah. Namun, dalam sistem hukum nasional modern yang mengedepankan penghormatan terhadap hak asasi manusia, konsep tersebut tidak lagi relevan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara yuridis konsep milkul yamin dalam hukum Islam klasik dan implikasinya terhadap pembentukan hukum Islam positif di Indonesia melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang secara konstitusional telah menghapus segala bentuk perbudakan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan analisis dokumen terhadap teks-teks fikih klasik, KHI serta instrumen hukum nasional. Penelitian ini menyimpulkan bahwa KHI tidak mengadopsi konsep milkul yamin karena bertentangan dengan prinsip keadilan, kesetaraan gender, dan perlindungan martabat manusia yang diatur dalam konstitusi. Hal ini menegaskan bahwa hukum Islam bersifat adaptif dan kontekstual, serta mendukung secara aktif penghapusan sistem perbudakan. Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam penguatan nilai-nilai kemanusiaan dalam ijtihad hukum Islam kontemporer di Indonesia serta merekomendasikan perlunya ijtihad progresif agar hukum Islam tetap sejalan dengan nilai-nilai hak asasi manusia kontemporer.</em></p> Sherhan Sherhan ##submission.copyrightStatement## http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2025-08-04 2025-08-04 10 1 52 65 10.31538/adlh.v10i1.7639